SKALA GEMPA
Untuk mengukur kekuatan gempa bumi, menggunakan suatu
skala. Skala yang digunakan tersebut diantaranya yaitu :
1. Berdasar energi yang
dilepaskan di pusat gempa.
Energi ini biasanya disebut dengan Magnitudo
atau Skalla Richter. Magnitude
menunjukkan besaran atau jumlah energi yang dilepaskan pada suatu pusat gempa (Hypocenter)
yang dapat diukur dengan seismograf. Magnitude pertama kali
didefinisikan oleh Charles Richter tahun 1935, sehingga kini
dikenal sebagai skala Richter.
Gempa dengan skala 3 magnitude atau lebih
biasanya hampir tidak terlihat, dan gempa dengan skala magnitude 7
biasanya lebih berpotensi menyebabkan kerusakan serius di daerah luas,
tergantung pada kedalaman gempa. Gempa bumi terbesar bersejarah besarnya telah
lebih dari 9, meskipun tidak ada batasan besarnya.
Tingkatan dalam skala richter dapat
dilihat sebagai berikut:
§
< 2,0 :
Umumnya tak terasa, tapi terekam.
§
2,0-2,9 : Getaran
hampir terasa, tapi belum terasa pada kebanyakan orang.
§
3,0-3,9 : Terasa
oleh sebagian kecil orang.
§
4,0-4,9 : Terasa
oleh hampir semua orang.
§
5,0-5,9 : Mulai
menimbulkan kerusakan.
§
6,0-6,9 :
Menimbulkan kerusakan pada daerah padat penduduk.
§
7,0-7,9 : Gempa
skala besar, getaran kuat, menimbulkan kerusakan besar.
§
8,0-8,9 : Gempa
dahsyat, getaran kuat, kehancuran dekat epicentrum.
2. Berdasar tingkat
kerusakan akibat gempa (efek yang terekam di lapangan)
Biasanya disebut
dengan Intensity (intensitas), digunakan dalam menentukan
kuatnya getaran tanah akibat suatu gempa dengan melihat respons orang atau
bangunan yang terasa atau terjadi pada saat gempa berlangsung pada lokasi
tertentu (Siddiq, 1999 dalam Sudibyakto, 2000).
Intensitas gempa oleh Boen (2000)
kemudian dinyatakan secara sederhana, merupakan derajat kerusakan akibat gempa
bumi/ intensitas maksimum yang dihasilkan oleh gempa tersebut. umumnya
menggunakan skala intensitas menurut tingkat kerusakan atau yang dirasakan
manusia.
Salah satu skala intensitas yang dikenal
adalah MMI (Modified Mercalli Intensity) digunakan sejak tahun
1956. Meskipun demikian skala intensitas sifatnya sangat subyektif dan telah
digunakan sejak sebelum ditemukan alat-alat pencatat gempa bumi.
Sedangkan
tingkatan dalam skala Mercalli dapat dilihat sebagai berikut:
§
Skala I : Tak terasa,
kecuali dalam keadaan sangat tenang.
§
Skala II: Terasa oleh
beberapa orang di gedung lantai atas.
§
Skala III: Terasa di dalam
rumah tapi dianggap bukan gempa.
§
Skala IV: Terasa di dalam
rumah dan di luar rumah seperti truk lewat.
§
Skala V: Terasa oleh
semua orang, banyak yang terbangun dari tidur.
§
Skala: VI: Terasa oleh semua orang,
ketakutan, lari keluar. Kerusakan kecil.
§
Skala VII: Setiap orang lari keluar.
Kerusakan pada gedung dgn konstruksi jelek.
§
Skala VIII: Gedung dengan konstruksi baik rusak
sedikit. Cerobong pabrik patah.
§
SkalaI X: Gedung dgn
konstruksi baik banyak rusak. Pondasi bergeser, tanah retak.
§
Skala X: Gedung dengan
konstruksi baik hancur. Retak besar, ambles.
§
Skala XI: Hanya sedikit
bangunan yang masih berdiri, jembatan hancur, rekahan melebar.
§
Skala XII: Kehancuran total, tanah
berombak, barang-barang terlempar ke udara.
3. Berdasar Percepatan
batuan dasar maksimum / PGA (Peak Ground Acceleration).
Untuk kepentingan design bangunan, data gempa
yang diperlukan adalah berupa data PGA ini. Untuk mengetahui besarnya PGA ini,
bisa dihitung dari besarnya magnitude dan kedalaman gempa, kemudian dengan
rumus atenuasi yang kini sudah berkembang hingga beberapa generasi. Beberapa contoh
rumus atenuasi diantaranya adalah sbb:
a.
Donovan (1973), mengemukakan hubungan
antara Skalla Richter (R) dengan PGA (dalam g atau cm/det^2) adalah:
PGA=
1080*e^(0.5R)*(H+25)^-1.32
Dimana H adalah jarak
Hypocenter dalam km.
b.
Matuschka (1980) menyatakan:
PGA=
119*e^(0.81R)*(H+25)^-1.15
Dimana H
adalah jarak Hypocenter dalam km.
Berdasarkan catatan gempa dari accelerograph,
dan besarnya PGA ini bisa dibuat spectrum respon yang nantinya akan digunakan
sebagai bahan evaluasi kekuatan bangunan terhadap gempa bumi. Dimana setiap
gempa di setiap lokasi akan memiliki spektrum respon yang berbeda.
PARAMETER
GEMPA
Parameter
merupakan ukuran atau patokan. Parameter Gempa bumi menurut Boen (2000)
dalam Sudibyakto (2000) biasanya digambarkan dengan tanggal
terjadinya, waktu terjadinya, koordinat epicenter (dinyatakan dengan koordinat
garis lintang dan garis bujur), kedalaman Hiposenter, Magnitudo, dan intensitas
maksimum. Berikut penjelasan beberapa parameter tersebut :
·
Magnitudo:
merupakan besaran
energi gempa, biasanya diukur dalam satuan Skala Richter, besaran ini merupakan
perbandingan secara logaritmik dari amplitude gelombang gempa yang direkam oleh
seismograf terhadap sebarang amplitudo gempa lain yang lebih kecil. Sebagai
contoh, sebuah gempa dengan magnitude 5.0 Skala Richter memiliki amplitudo
getaran 10 kali lebih besar dari gempa yang terekam dengan amplitudo 4.0 Skala
Richter. Dalam contoh diatas, Gempa yg dilaporkan memiliki skala 5.6 Skala
Richter (SR).
·
Episenter :
merupakan titik pusat gempa yang berada di atas
permukaan bumi, dibawah titik ini terjadi pelepasan energi dari batuan, yang
juga menandai terjadinya sebuah patahan di kerak bumi. Dari info gempa diatas,
diberitakan bahwa pusat gempa diatas permukaan bumi berada 166 Km di sebelah
Barat Daya Kabupaten Simeulue, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam.
Episenter merupakan hasil proyeksi hiposenter ke
permukaan bumi, atau dapat disebut juga sebagai titik di permukaan bumi yang
didapat dengan menarik garis melalui fokus tegak lurus pada permukaan bumi.
·
Hiposenter: Hiposenter
adalah titik pusat gempa di dalam bumi, tepat di titik terjadi perlepasan
energi dari batuan yang menandai terjadinya gempa bumi, atau titik dimana
mula-mula pergerakan seismik terjadi. Sering pula disebut focus, center. Jadi
lokasi hipocenter berada jauh dibawah permukaan bumi. Definisi lain menyatakan
bahwa hiposenter adalah titik dibawah permukaan bumi tempat gelombang gempa
pertama kali dipancarkan (Boen, 2000 dalam Sudibyakto, 2000).
Pusat
gempa ini biasanya ditentukan melalui analisis data pada seismograf.
Pengukuran pusat gempa dapat ditentukan dengan terlebih dahulu mengetahui
selisih waktu kedatangan surface wave dan body wave sehingga
jarak pusat gempa ke seismograf dapat diketahui. Kemudian
dengan mengetahui jarak pusat gempa dari beberapa stasiun pengamatan, maka
lokasi pusat gempa dapat diketahui.
Berdasarkan
kedalaman fokus suatu gempa bumi dapat diklasifikasikan menjadi gempa dangkal
(kedalaman fokus <60-70 km), gempa menengah (70-300 km), dan gempa dalam
(>300 km).
Sumber
:
http://hub.hagi.or.id
http://blog.umy.ac.id
0 komentar:
Posting Komentar