Pages

 

Senin, 17 November 2014

SKALA DAN PARAMETER GEMPA

0 komentar
SKALA GEMPA
Untuk mengukur kekuatan gempa bumi, menggunakan suatu skala. Skala yang digunakan tersebut diantaranya yaitu :

1. Berdasar energi yang dilepaskan di pusat gempa. 

Energi ini biasanya disebut dengan Magnitudo atau Skalla Richter. Magnitude menunjukkan besaran atau jumlah energi yang dilepaskan pada suatu pusat gempa (Hypocenter) yang dapat diukur dengan seismograf. Magnitude pertama kali didefinisikan oleh Charles Richter tahun 1935, sehingga kini dikenal sebagai skala Richter.
Gempa dengan skala 3 magnitude atau lebih biasanya hampir tidak terlihat, dan gempa dengan skala magnitude 7  biasanya lebih berpotensi menyebabkan kerusakan serius di daerah luas, tergantung pada kedalaman gempa. Gempa bumi terbesar bersejarah besarnya telah lebih dari 9, meskipun tidak ada batasan besarnya.
Tingkatan dalam skala richter dapat dilihat sebagai berikut:
§  < 2,0   : Umumnya tak terasa, tapi terekam.
§  2,0-2,9 : Getaran hampir terasa, tapi belum terasa pada kebanyakan orang.
§  3,0-3,9 : Terasa oleh sebagian kecil orang.
§  4,0-4,9 : Terasa oleh hampir semua orang.
§  5,0-5,9 : Mulai menimbulkan kerusakan.
§  6,0-6,9 : Menimbulkan kerusakan pada daerah padat penduduk.
§  7,0-7,9 : Gempa skala besar, getaran kuat, menimbulkan kerusakan besar.
§  8,0-8,9 : Gempa dahsyat, getaran kuat, kehancuran dekat epicentrum.


 2. Berdasar tingkat kerusakan akibat gempa (efek yang terekam di lapangan)

Biasanya disebut dengan Intensity (intensitas),  digunakan dalam menentukan kuatnya getaran tanah akibat suatu gempa dengan melihat respons orang atau bangunan yang terasa atau terjadi pada saat gempa berlangsung pada lokasi tertentu (Siddiq, 1999 dalam Sudibyakto, 2000).
Intensitas gempa oleh Boen (2000) kemudian dinyatakan secara sederhana, merupakan derajat kerusakan akibat gempa bumi/ intensitas maksimum yang dihasilkan oleh gempa tersebut. umumnya menggunakan skala intensitas menurut tingkat kerusakan atau yang dirasakan manusia.
Salah satu skala intensitas yang dikenal adalah MMI (Modified Mercalli Intensity) digunakan sejak tahun 1956. Meskipun demikian skala intensitas sifatnya sangat subyektif dan telah digunakan sejak sebelum ditemukan alat-alat pencatat gempa bumi.
 Sedangkan tingkatan dalam skala Mercalli dapat dilihat sebagai berikut: 
§  Skala I :        Tak terasa, kecuali dalam keadaan sangat tenang.
§  Skala II:       Terasa oleh beberapa orang di gedung lantai atas.
§  Skala III:      Terasa di dalam rumah tapi dianggap bukan gempa.
§  Skala IV:      Terasa di dalam rumah dan di luar rumah seperti truk lewat.
§  Skala V:       Terasa oleh semua orang, banyak yang terbangun dari tidur.
§  Skala: VI:     Terasa oleh semua orang, ketakutan, lari keluar. Kerusakan kecil.
§  Skala VII:    Setiap orang lari keluar. Kerusakan pada gedung dgn konstruksi jelek.
§  Skala VIII:   Gedung dengan konstruksi baik rusak sedikit. Cerobong pabrik patah.
§  SkalaI X:      Gedung dgn konstruksi baik banyak rusak. Pondasi bergeser, tanah retak.
§  Skala X:       Gedung dengan konstruksi baik hancur. Retak besar, ambles.
§  Skala XI:      Hanya sedikit bangunan yang masih berdiri, jembatan hancur, rekahan melebar.
§  Skala XII:    Kehancuran total, tanah berombak, barang-barang terlempar ke udara.


3. Berdasar Percepatan batuan dasar maksimum / PGA (Peak Ground Acceleration).
Untuk kepentingan design bangunan, data gempa yang diperlukan adalah berupa data PGA ini. Untuk mengetahui besarnya PGA ini, bisa dihitung dari besarnya magnitude dan kedalaman gempa, kemudian dengan rumus atenuasi yang kini sudah berkembang hingga beberapa generasi. Beberapa contoh rumus atenuasi diantaranya adalah sbb:
a.    Donovan (1973)mengemukakan hubungan antara Skalla Richter (R) dengan PGA (dalam g atau cm/det^2) adalah:
PGA= 1080*e^(0.5R)*(H+25)^-1.32
Dimana H adalah jarak Hypocenter dalam km.

b.    Matuschka (1980) menyatakan:
PGA= 119*e^(0.81R)*(H+25)^-1.15
Dimana H adalah jarak Hypocenter dalam km.


Berdasarkan catatan gempa dari accelerograph, dan besarnya PGA ini bisa dibuat spectrum respon yang nantinya akan digunakan sebagai bahan evaluasi kekuatan bangunan terhadap gempa bumi. Dimana setiap gempa di setiap lokasi akan memiliki spektrum respon yang berbeda.


PARAMETER GEMPA
Parameter merupakan ukuran atau patokan. Parameter Gempa bumi menurut Boen (2000) dalam Sudibyakto (2000) biasanya digambarkan dengan tanggal terjadinya, waktu terjadinya, koordinat epicenter (dinyatakan dengan koordinat garis lintang dan garis bujur), kedalaman Hiposenter, Magnitudo, dan intensitas maksimum. Berikut penjelasan beberapa parameter tersebut :
·         Magnitudo: 
merupakan besaran energi gempa, biasanya diukur dalam satuan Skala Richter, besaran ini merupakan perbandingan secara logaritmik dari amplitude gelombang gempa yang direkam oleh seismograf terhadap sebarang amplitudo gempa lain yang lebih kecil. Sebagai contoh, sebuah gempa dengan magnitude 5.0 Skala Richter memiliki amplitudo getaran 10 kali lebih besar dari gempa yang terekam dengan amplitudo 4.0 Skala Richter. Dalam contoh diatas, Gempa yg dilaporkan memiliki skala 5.6 Skala Richter (SR).
·         Episenter : 
merupakan titik pusat gempa yang berada di atas permukaan bumi, dibawah titik ini terjadi pelepasan energi dari batuan, yang juga menandai terjadinya sebuah patahan di kerak bumi. Dari info gempa diatas, diberitakan bahwa pusat gempa diatas permukaan bumi berada 166 Km di sebelah Barat Daya Kabupaten Simeulue, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam.
Episenter merupakan hasil proyeksi hiposenter ke permukaan bumi, atau dapat disebut juga sebagai titik di permukaan bumi yang didapat dengan menarik garis melalui fokus tegak lurus pada permukaan bumi.
·         Hiposenter: Hiposenter adalah titik pusat gempa di dalam bumi, tepat di titik terjadi perlepasan energi dari batuan yang menandai terjadinya gempa bumi, atau titik dimana mula-mula pergerakan seismik terjadi. Sering pula disebut focus, center. Jadi lokasi hipocenter berada jauh dibawah permukaan bumi. Definisi lain menyatakan bahwa hiposenter adalah titik dibawah permukaan bumi tempat gelombang gempa pertama kali dipancarkan (Boen, 2000 dalam Sudibyakto, 2000).
Pusat gempa ini biasanya ditentukan melalui analisis data pada seismograf. Pengukuran pusat gempa dapat ditentukan dengan terlebih dahulu mengetahui selisih waktu kedatangan surface wave dan body wave sehingga jarak pusat gempa ke seismograf dapat diketahui. Kemudian dengan mengetahui jarak pusat gempa dari beberapa stasiun pengamatan, maka lokasi pusat gempa dapat diketahui.

Berdasarkan kedalaman fokus suatu gempa bumi dapat diklasifikasikan menjadi gempa dangkal (kedalaman fokus <60-70 km), gempa menengah (70-300 km), dan gempa dalam (>300 km).


Sumber :
http://hub.hagi.or.id
http://blog.umy.ac.id

0 komentar:

Posting Komentar

 

Total Pageviews (01/03/2012)